BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana yang akan
dijelaskan pada makalah ini yang akan datang tentang masalah fi'il. Di dalam
makalah ini kami akan menjelaskan tentang fi'il yang mana fi'il itu terbagi
kepada dua bagian, yaitu:
1. Fi'il mabni
ma'lum
2. Fi'il mabni
majhul
Agar lebih jelas untuk
mengetahui apa itu fi'il ma'lum dan apa itufi'il majhul, marilah kita baca
penjelasannya dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fi’il Ma’lum
Fi'il ma'lum adalah fi'il
yang disebet juga failnya atau kata kerja yang memerlukan pelaku. Seperti lafaz[1]:
(Muhammad telah
memotong dahan kayu)قَطَعَ مُحَمَّدٌ الغَصْنَ
Apabila huruf awalnya
fi'il madhi, maka itu harus dimabnikan fathah, kecuali dari fi'il khumasi dan
fi'il sudasi yang huruf pertamanya hamzah washal, maka huruf awalnya harus
dibaca kasrah.
Contoh:
1.
Fi'il Tsulasi:ضَربَ مُحَمَّدٌ
القِطَّ (Ahmad
telah memukul kucing)
2.
Fi'il Ruba'iy:اَكْرَمْتُ زَيْدًا
(Saya
telah memuliakan Zaid)
3.
Fi'il khumasi: تَصَالِحَ القوَْمَ (Kaum itu
saling berdamai)
4.
Fi'il khumasi yang huruf pertamanya berupa hazah
washal: اِجتمعَ محمدٌ الابِلَ (Muhammad mengumpulkan unta)
5.
Fi'il Sudasi yang huruf pertamanya berupa hamzah
washal: اِستغفَرَالله (Minta
ampun kepada Allah)
Apabila hamzah washal ada
dipermulaan kalimat maka hamzahnya tetap terbaca. Contohnya: اُقْتُلْ زيداً
(katakanlah zaid).
Dan jika hamzah washal
berada ditengah-tengah kalimat maka hazahnya tidak terbaca.[2]
contohnya:يَامُحَمَّدٌ اُقْتُلْ (wahai
Muhammad katakanlah).
Kemudiam apabila
mudhara'ahnya fi'il mudhari, maka huruf itu dibaca fathah. kecuali apabila
fi'il mudhari itu berupa ruba'iy (yakni empat hurufnya) maka huruf
mudhara'ahnya harus dibaca dhammah.
Cotohnya:
1.
Fi'il mudhari' mabni ma'lum dibaca fathah:
يَنْصُرُ-يَنصران-َينصرون- اَنْصر.
2.
Fi'il mudhri' mabni ma'lum Ruba'a'iy dibaca dhammah:
ُيكْرمُ- يُكرمان- يُكرمون- اُكرم.
Huruf sebelum akhir fi'il
mudhri mabni ma'lum dari fi'il yang hurufnya lebih dari tiga huruf (yakni fi'il
Ruba'iy, khumasi dan sudasi yang ikut wazan تَفَاعَلَ تَفَعَّلَ dan تَفَعْلَلَ maka hurufnya harus dibaca kasrah).[3]
Contohnya:
ُيدخرِج- يُحوقِل- يُجهوِر- يُكرِم- ُيقاتِل- يَنكسِر- يَجتمِع- يستخرِجُ
Apabila
wazan dari tiga ini yakni: َتفَاعَلَ, َتفَعَّلَ dan تَفَعْلَلَ maka huruf
sebelum akhirnya walib dibaca fathah.
Contohnya:
-
يَتَباعَدُ- يَتواعَدُ-
يَتعاوَن- يَتساءَل
-
يَتكلَّمُ- يَتقرَّرُ
-
يَتدخرَجُ- يَتزلزَلُ
B.
Fi'il Majhul
Fi'il
majhul adalah fi'il yang dibuang fa'ilnya (tidak memerlukan pelaku) dan diganti
oleh yang lain. Dan huruf pertamanya dibaca dhammah serta dibaca kasrah sebelum
huruf terakhirnya.[4]
Contoh: قُطِعَ الغُُصْنَ (dahan telah dipotong).
Apabila fi'il madhi maka
didhomahkan huruf pertamanya dan huruf yang sebelum terakhirnya harus
dikasrahkan. Contoh: حُفِظَ الكتابُ (kitab telah dihapal).
Dan apabila fi'il
mudhari' didhomahkan hurup pertamanya dan difathahkan huruf sebelum akhirnya.
Contoh:
-
يُقْطَعُ الغصنُ (dahan
itu sedang dipotong).
-
يُتَعَلَّمُ الحسابُ (hitungan
itu sedang dipelajari)
-
يُسْتَخْرِج المعدنُ (tambang
itu sedang dikeluarkan).
Kemudian
bila huruf sebelum akhir dari fi'il mudhari itu Alif (أ) seperti قَالَ dan اِخَْتَاَرَ maka diubah
menjadi "ya" (ي) dan diberi harakat kasrah pada huruf yang sebelum "ya" ي
maka قَالَ menjadi قِيْلَ
dan إِخْتَاَر menjadi أُخْتِيْرَ
.
Jika huruf sebelum huruf
akhir fi'il mudhari itu mad (ي و) maka berubah menjadi alif (أ) seperti lafadz: يقُوْلُ manjadi ُيقَالُ dan يبِيْعُ
menjadi ُيبَاع .
Fi'il lazim tidak bisa
diubah menjadi majhul kecuali jika naibul fa'ilnya itu mashdhar atau zharaf
atau jar majrur. Seperti lafadz:
اُحتُفِلَ إِحتفَالٌ عظيمٌ
(Dimeriahkan
semeriah-meriahnya)
ذُهِبَ أمامَ الاميرِ
(Dibawa kepada pemimpin)
Apabila hamzah washslnya
fi'il amar dan fi'il tsulasi mujarrad yang I'in fi'ilnya dibca dhammah dan
fi'il mhadi dari fi'il tsulasi mazid khumasi dan tsulasi majhul itu hamzahnay
harus dibaca dhamah.[5]
Contoh :
1.
Fi'il amar tsulasi Mujarrad : أُنْصُرْ – أُقْتُلْ
2.
Fi'il madhi khumasi mabni majhul : أُنْكُسِرَ- أُمْتُحِنَ
3.
Fi'il tsulasi mabni majhul : أُسْتُغفِرَ – أُسْتُخْرِجَ
Seperti yang telah
disebutkan di atas fi'il majhul adalah fi'il yang dibuang fi'ilnya dan diganti
oleh yang lain. Di bawah ini ada beberapa sebab-sebab dibuangnya fi'il dan yang
dapat menjadi pengganti fi'il. [6]
1) Sebab-sebab
dibuangnya fi'il
a.
Karena sudah dimafhumi
Karena fi'ilnya sudah
diketahui, maka tidak usah dusebut lagi.
Seperti fiman Allah :
وخُلِقَ
الإنسانُ ضعيفاً (النساء: 38)
Artinya: …. Dan
manusia dijadikan bersifat lemah.
b.
Karena belum diketahui
Fi'il yang belum
diketahui tidak disebutkan, karena tidak mungkin dapat menentukannya.
Misalnya: شُرِقَ البَيْتَ (dicuri isi rumah itu)
c.
Karena blebih suka merahasiakan fi'ilnya, walaupun
fi'ilnya sudah diketahui.
Misalnya: رُكِبَ الحِصَانُ (Dinaiki kuda itu).
d.
Karena ada kekhwatiran jika dijelaskan fi'ilnya.
Misalnya:
ضُرِبَ
فلانٌ (Dipukul orang itu).
e.
Karena menghormati fi'ilnya
Misalnya: عُمِِلَ عَمَلٌ منكَرٌ (Dikerjakan amal yang jelek itu).
Sebelumnya diketahui
pelakunya, namun tidak disebutkan karena menjaga kehormatanya.
f.
Karena jelas tidak membawa faedah jika fa'il
disebutkan.
Misalnya firman Allah
SWT:
#sÎ)ur
LäêÍhãm
7p¨ÅstFÎ/ (#qyssù
z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydrâ
Artinya:
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa).
Dalam ayat tersebut tidak disebutkan fa'ilnya,
karena menerangkan siapa yang memberi penghormatan itu tidak ada gunanya, sebab
yang menjadi tujuan adalah wajibnya membalas kepada yang memberi penghormatan.
2) Hal-hal yang
dapat menjadi pengganti fa'il sesudah fa’il (فَاعَلَ ) dibuang ada empat (4) hal yang
dapat menjadi gantinya fa'il yang dibuang tersebut yaitu:
a. Maf'ul bih (المفعول به)
Misalnya: يُكرَم المجتهدُ (Telah dihormati murid yang tekun itu).
b. Isim yang
dijarkan oleh huruf jar
Misalnya firman
Allah: ولما ُسقِطَ في أيديهم (الأعرف:149)
Artinya: Dan setelah
mereka sangat menyesali perbuatnya. (Qs: 7 Al-A'raf: 149)
Dan
seperti: نُظِرَ في الامر (urusan itu ditinjau).
Asalnya dari: نُظِرَ الناسُ في
الامر (orang-orang yang meninjau urusan
itu).
c.
Zharaf yang mutasharif dan mukhtas(الظرف المتصرف المختص )
Contohnya:
مُشِىَ يومٌ كاملٌ dijalani hari
yang sempurna
صُيِمَ رمضانُ dipuasai buka
Ramadhan.
Zharaf
mutasaruf ialah: Dharaf yang dapat menjadi musnad ilaih, seperti dharaf di
bawah ini:
يومٌ Hari ليلةٌ Malam
شهٌر Bulan دهرٌ Tahun
َامام Depan وراء
Belakang
مجلسٌ Tempat
duduk جهه Arah dan sebagainya.
d.
Masdhar mutasarif yang
mukhatas (المصدر المتصرف المختص) misalnya: اُحْتُفِلَ اِحتفَالٌ عَظِيْمٌ ( dirayakan suatu perayaan yang
besar)
Masdhar
mutasharif ialah masdhar yang dapat menjadi musnad ilaih seperti:
اكرامٌ penghormatan اِحْتِفِالٌ perayaan
اِعْطَاءٌ pemberian فََتْْحٌ pembukaan
نَصْرٌ pertolongan
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Seperti yang telah disebutkan dalam
makalah ini fi’il terbagi kepada dua, yaitu:
- Fi'il ma'lum adalah fi'il yang disebet juga failnya atau kata kerja yang memerlukan pelaku.
Seperti :
(Muhammad telah
memotong dahan kayu)قطع محمد الغصن
- Fi'il majhul adalah fi'il yang dibunag fa'ilnya (tidak memerlukan pelaku) dan diganti oleh yang lain.
Oleh
karena itu dibawah ini ada sebab-sebab dibuangnya fa’ilnya dan hal-hal yang
dapat menjadi pengganti fa’il:
a.
Sebab-sebab dibuangnya fa’il
1.
Karena sudah dimaklumi
2.
Karena belum diketahui
3.
Karena lebih suka merahasiakan
fa’ilnya walaupun fa’ilnya sudah diketahui
4.
Karena ada kekhawatiran jika
diketahui fa’ilnya
5.
Karena menghormati fa’ilnya
6.
Karena jelas tidak membawa
faedah jika fa’il disebutkan
b.
Hal-hal yang dapat menjadi
pengganti fail
1.
Maf’ul bih
2.
Isim yang dijarkan oleh huruf
jar
3.
Zharaf yang mutashorif dan
mukhtas
4.
Mashdar mutasharif dan mukhtas
DAFTAR
PUSTAKA
-
Al-Ghulayaini, Syaikh
Musthafa. 1997. Terjemah Jami’ Durusil Arabiyah. Semarang Asy-Syifa.
-
Subarto Ahmad. 1990. Kaidah-Kaidah
Bahasa Arab (Terjemah Wawaidul Lughah). Surabaya: Al-Hidayah.
-
Sunarto Ahnad. 1992. Ilmu
Sharaf (Terjemah dari Kitab Nazham Maqsud). Jakarta: Pustaka Amani.
[1]Ahmad
Sunarto, Kaedah-Kaedah Arab, (Terjemah Qawa'idul Lughah), Surabaya: Al-Hidayah,
1990).
[2]
Ahmad Sunarto, Ilmu Sharaf (Terjemah Kitab Nazhan Maqshud), Jakarta: Pustaka Amani,
1992) h. 23.
[3]Ahmad
Sunarto, Ilmu Sharaf (Terjemah Kitab Nazhan Maqshud), Jakarta: Pustaka Amani 1992) h. 29-30.
[4]
Ahmad Sunarto, Kaedah-kaedah Arab, (Terjemah Qawa'idul Lughah), Surabaya: Al-Hidayah,
1990)
[5]
Ahmad Sunarto, ilmu Sharaf (Terjemah Kitab Nazhan Maqshud), Jakarta: Pustaka Aman,
1992) h. 23.
[6]
Syekh Mustafa Al-Qulyani, Terjemah Jam'uddururil Arabiyah, (Semarang:
CV. ASY Syifa 1991) h. 426-433.
No comments:
Post a Comment