BAB
I
PENDAHULUAN
Pancasila itu ialah seluruh isi, terutama
isi inti-pokoknya yang lima jumlahnya sebagai
satu kesatuan dan namanya serta seluruh latar belakang sebagai dasar adanaya lima ini-pokok tersebut
yang diungkap di dalam pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945. Latar belakang
sebagai sumber atau dasar inti-pokok itu adalah seluruh pengalaman hidup,
sejarah, nasib dan penderitaan serta cita-cita bangsa Indonesia yang terkandung di dalam kalbunya,
yang akibat penjajahan hampir tidak dikenali lagi oleh bangsa Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Istilah
Pancasila
a.
Istilah ini pertama kali
dikenal dalam pidato Ir. Soekarno sebagai anggota Dokritzu Tyunbi Tjosakai
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
1 Juni 1945 di Jakarta,
badan ini setelah mengalami penambahan anggota menjadi Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan PANCA adalah lima; SILA adalah asas
atau DASAR; untuk lebih jelas dikutip bagian pidato beliau tersebut:
“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi -saja
namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa- namanya ialah
PANTJA SILA, Sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima dasar itu kita
mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.[1]
b.
Prof. Mr. Muhammad Yamin
dalam bukunya “Pembahasan Undang-undang Dasar Republik Indonesia” paragrap 195,
menyatakan: “Perkataan Pancasila, yang kini telah menjadi istilah hukum,
mula-mulanya ditempa dan dipakai oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1
Juni 1945 untuk menamai paduan sila yang lima. Perkataan itu diambil dari
peradaban Indonesia
lama sebelum abad XVI. Kata kembar itu berasal kedua-duanya dari bahasa
Sangsekerta: panca dan sila. Dalam bahasa sangsekerta itu maka
Pantja-Sila ada dua macam artinya. Pantja-Sila dengan sila berhuruf ‘i’
biasanya artinya “berbatu-batu yang lima”
(consisting or 5 rocks; ans funf felsen bestehend); Pantja-Sila dengan huruf
Dewanagari – dengan berhuruf ‘i’ yang panjang bermakna “5 peraturan tingkah
laku yang penting”.[2]
c.
Kata “sila” juga hidup
dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, klasik dan kontemporer misalnya dalam
kata “susila” dan “kesusilaan”. “Sila” disini berarti “tingkah laku dan atau
perbuatan”, “susila” berarti “tingkah laku dan atau perbuatan yang baik”.
“Kesusilaan” berarti urutan tingkah laku dan atau perbuatan yang baik atau
ethik (ethika). Bila ukuran susila atau kesusilaan itu telah menjadi umum
dikalangan suatu masyarakat tertentu, maka merupakan sosial-ethic, atau moral
positif, yang oleh Prof. Dr. Kancaraningrat disebut “mentalitas”, sedangkan
“moral” adalah ukuran susila secara individual.[3]
Dengan demikian Pancasila
sebagai asas dapat diperuntukkan kepada Negara, masyarakat dan pribadi bangsa Indonesia; dengan lain perkataan Pancasila itu
sebagai Norma Hukum Dasar (Rechts Fundamentele Norm) Negara Republik Indonesia;[4]
sebagai sosial ethic bangsa Indonesia
dan sebagai pegangan moral rakyat atau warga Negara RI.
Penulisan Pancasila
sebagian terlihat diatas bermacam-macam atau tidak seragam:
1)
Dokumen lama seperti “Lahirnya
Pancasila” ditulis dengan “Pantja-Sila”.
2)
H. Muhammad Yamin menulis
(ejaan) dengan “Pantja-Sila”.
3)
Ketetapan MPR IV 1973
(Garis Besar Haluan Negara) menuliskan dengan “PANCASILA” atau “Pancasila”.[5]
4)
Sesuai dengan dasar
(yuridis) yang aktuil maka kita menggunakan penulisan “Pancasila” seperti
antara lain tercantum dalam TAP MPR IV/!1973 Bab I Sub D angka 1 e.
5)
Theoritis cara penulisan
demikian dimaksudkan supaya Pancasila itu dilihat sebagai kebulatan atau
kesatuan 5 asas.
2.
Perumusan-perumusan
Yang dimaksud dengan perumusan disini
ialah susunan kata-kata dan akar-akar kalimat serta urutan-urutan pancasila
itu.
“Kemudian daripada itu untuk membentuk
seuatu pemerintah Negara Indonesia yang dilindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam sutu undang-undang dasar Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[6]
Perumusan Pancasila itu menurut beberapa
dokumen sejarah tidak sama sekali, mengalami perubahan-perubahan baik urutannya
maupun kata-katanya.
Berturut-turut dapat dilihat dalam:
a.
Lahirnya Pancasila, 1 Juni
1945.
b.
Piagam Jakarta, 22 Juni
1945.
c.
Pembukaan UUD 1945, 18
Agustus 1945 (Berita Republik Indonesia
11-7)
d.
Mukaddimah Konstitusi RIS,
31 Januari 1950 (Kepres RIS tahun 1950 No. 48 L.N. 50-3)
e.
Mukaddimah UUD sementara
Republik Indonesia
(UU 15 Agustus 1950-No. 7 L.N 50-56)
f.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
’kembali kepada UUD 1945’ yang pada alenia kelima konsidenin menyatakan bahwa:
“Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta
tertanggal 22 Juli 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian
kesatuan dengan konstitusi tersebut”.[7]
3.
Lahirnya Pancasila
dan Piagam Jakarta
a.
Lahirnya Pancasila adalah
penamaan pidato Ir. Soekarno selaku anggota BPUPKI yann diucapkan pada
sidangnya yang pertama 28-1 Juni1945 di Jakarta. Siding itu dipimpin oleh Dr.
K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua, yang atas permintaan badan agar
badan itu merumuskan dasar-dasar dan tujuan filosopis.
b.
Tanggal 22 Juni 1945
lahirlah “Piagam Jakarta” sebagai hasil pertemuan penadapat (meeting of mind_
dari 9 orang tokoh-tokoh Nasional yang diketuai Ir. Soekarno, wakilnya Drs.
Muh. Hatta, sedangkan anggota-anggota lainnya dianggap mewakili golongan,
agama, suku, dan sebagainya di Indonesia.
Piagam Jakarta itu mempunyai arti penting
dalam sejarah Indonesia,
oleh karena:
1)
Bagian dari piagam itu
merupakan bagian dari Proklamasi 17Agustus 1945.
2)
Sebagian lainnya masuk ke
dalam Mukaddimah (preambule) UUD 1945.
3)
Perumusan baru dari
Pancasila yang pada pokoknya termasuk dalam pembukaan dan Mukaddimah UUD yang
pernah ada di Indonesia.
4)
Dinyatakan menjiwai UUD
1945 oleh Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 yang hingga sekarang merupakan dasar
hukum bagi berlakunya kembali UUD 1945.[8]
4.
Beberapa Ujian
Terhadap Pancasila
Beberapa rintangan terhadap perkembangan
Negara dan sekaligus merupakan ujian terhadap Pancasila, diantaranya dapat
disebutkan di bawah ini:
a.
Perlawanan bersenjata
(terhadap Jepang, Sekutu dan Belanda)
b.
Perlawanan terhadap Belanda
c.
Perlawanan terhadap Sekutu
d. Persetujuan Linggarjati
e. Agresi Belanda I
f.
Persetujuan Renville
g. Peristiwa Madiun
h. Agresi Belanda ke-II
i.
Perlawanan Gerilya
j.
Gangguan-gangguan keamanan
k. Pergolakan PRRI/Permesa
l.
Hari Kesaktian Pancasila 1
Oktober 1965
m. Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G 30
S/PKI)
n. Kebangkitan Generasi Muda, Angkatan 66.
5.
Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Way of life, Weltanschaung,
Wereldbesohouwing, pandangan hidup, pegangan/pedoman hidup, pandangan dunia
adalah istilah lain dari Pancasila.
Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk
arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan. Dalam kehidupan sesuatu
bangsa adanya pandangan hidup sangat diperlukan.
Sebab dengan pandangan hidup sesuatu bangsa akan:
-
Memandang
persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan menentukan arah serta cara bagaimana
bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, sehingga tidak
terombang-ambing dalam mengahadapi persoalan-persoalan besar, baik yang datang
dari dalam masyarakat/bangsanya maupun dari luar.
-
Memiliki pegangan dan pedoman
bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
-
Mempunyai pedoman bagaimana
bangsa itu membangun dirinya.
Sebagai pandangan hidup Pancasila
merupakan kristalisasi dan nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber dari kehidupan
bangsa Indonesia
sendiri, nilai-nilai tersebut tidak lain adalah:
-
Nilai dan jiwa
ketuhanan-keagamaan
-
Nilai dan jiwa kemanusiaan
yang adil dan beradab
-
Nilai jiwa dan persatuan
-
Nilaidan jiwa
kerakyatan-demokrasi
-
Nilai dan jiwa yang
berkeadilan sosial
6.
Hubungan Pancasila,
Proklamasi, dan Pembukaan UUD 1945
a.
Hubungan antara Pancasila
dan Proklamasi
Apabila diperhatikan
dengan seksama perjuangan bangsa Indonesia mewujudkan Negara RI yang merdeka,
dengan Proklamasi Kemerdekaan, unsur-unsur Pancasila telah menjiwai dan
mendasari semangat dan perjuangan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan antara
lain sebagai berikut:
1)
Unsur ketuhanan
2)
Unsur kemanusiaan
3)
Unsur persatuan
4)
Unsur kerakyatan
5)
Unsur keadilan sosial
b.
Hubungan antara Proklamasi
dan Pembukaan UUD 1945
Mengenai hubungan antara
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 dapat dikemukakan
bahwa antara keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, baik ditinjau dari
proses terjadinya maupun dari segi isinya.
1)
Ditinjau dari Segi Proses
Terjadinya
Terwujudnya naskah
Proklamasi Kemerdekaan tidak terlepas dari naskah rancangan Pembukaan UUD yang
dipersiapkan oleh Badan Penyelidik dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.[9]
Selanjutnya kedua naskah itu pada tahap akhir disusun dan ditetapkan oleh Panitia
Kemerdekaan Indonesia
yang sering disebut sebagai pembentuk negara.
2)
Ditinjau dari Segi Isinya
Dilihat dari isi
(pengertian) yang terkandung di dalamnya, pada pokoknya Proklamasi Kemerdekaan
memuat 2 hal, yaitu:
a.
Pernyataan Kemerdekaan
Bangsa Indonesia, terlukis
dari kalimat pertama naskah Proklamasi (Kami Bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia).
b.Tindakan-tindakan yang harus dilakukan berhubungan dengan
pernyataan kemerdekaan itu, dilukiskan dalam kalimat kedua naskah Proklamasi
(Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan diselenggarakan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya)
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia yang berfungsi sebagai tolak-ukur bagi setiap perbuatan bangsa di
dalam segala aspeknya, baik aspek hidup dan kehidupan yang bersifat pribadi
atau individual maupun sosial, bagi hidup dan kehidupan budayanya, hidup dan
kehidupan bernegaranya, hidup dan pandangan etika atau estetikanya; dan juga
tolak-ukur bagi pandangan manusia Indonesia terhadap sesama manusia Tuhan yang
Maha Esa sebagai pembuat hidup.
Menurut tinjauan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, maka setiap aspek tersebut hanya merupakan sebagian
saja dari satu keseluruhan hidup dan kehidupan ini. Oleh karena itu, maka
misalnya pandangan manusia Indonesia tentang keindahan tidak akan lepas dari
pandangannya tentang manusia, lingkungan sekitarnya berupa flora, fauna dan
alam, fisik serta sosialnya, yang memberikan ruang dan pengaruh secara timbal
balik, demi kesempurnaannya masing-masing.
Di dalam kedudukannya sebagai pandangan
hidup bangsa yang merupakan tolak-ukur bagi hidup dan kehidupan, maka Pancasila
oleh bangsa Indonesia dijadikan landasan kebudayaan, landasan pendidikan, landasan
hidup bernegara, landasan hidup kepartaian dan kekaryaan, landasan hidup
beragama dan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, landasan pembinaan hukum
Nasional, landasan hidup perekonomian dan lain sebagainya sebagai
perwujudan-perwujudan khususnya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Syahar, S.H, Drss. H.
Syardus. Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia. Bandung: Alumni, 1975.
-
Kamsil, S.H, Drs. C. S. T. Pancasila
dan UUD 1945 Dasar Falsafah Negara. Jakarta:
PRADNYA, 1975.
-
Jarmanto. Pancasila
Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis. Yogyakarta: LIBERTY, 1982.
-
Daman,
Rozikin. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
No comments:
Post a Comment